Sastra memang memiliki kekuatannya sendiri. Bukan hanya tentang menjadi bara untuk berbincang dengan diri dan menyembuhkan, tapi ia juga dapat menjadi corong untuk memahami semesta, melihat bagaimana penindasan dan ketidakadilan terjadi, bahkan menjadi kekuatan maha dahsyat untuk berjuang. Kita juga membutuhkan gerakan-gerakan berbasis kebudayaan untuk memahami patriarki, mengekspresikannya ke batin-batin manusia, menjadi media bagi pergerakan kemanusiaan dan kesetaraan yang tak dapat disalurkan oleh mekanisme lainnya. Jika dalam podcast sebelumnya kita telah membahas tentang Melawan Dominasi Patriarki Lewat Seni, maka lewat podcast dengan Kak Zubaidah Johar kali ini, kita akan membincangkan kehebatan sastra dalam melawan dominasi patriarki. Bagaimana Kak Ibed memaknai sastra? Mengapa ia memilih jalur perjuangan tak biasa yang satu ini? Dan apa yang ingin ia sampaikan lewat karya-karya sastranya?

Sungguh sial hidup di masyarakat yang menganggap merendahkan dan melakukan kekerasan terhadap perempuan adalah hal yang lumrah.Banyak perempuan yang sadar bahwa ada yang tidak beres dengan praktik buruk dominasi patriarki ini, dan memilih untuk melawan melalui berbagai cara. Salah satunya ada Arifa Safura yang memilih melawan patriarki lewat seni. Baginya, seni memiliki kekuatannya sendiri.Sebagai seniman perempuan Aceh, Arifa sering 'berbicara' keras dalam karya-karyanya yang menentang dominasi patriarki. Ia 'memotret' sosok-sosok perempuan hebat dalam karyanya, menunjukkan bahwa perempuan bisa menjadi makhluk paling kuat dalam segala jenis pertempuran hidup.Dalam podcast Komunitas Pendar kali ini, kita akan mendengar banyak cerita tentang Arifa. Mengapa ia memilih jalan seni, mengapa ia menjadi anomali sebagai seniman aktivis, dan bagaimana ia menghasilkan karya. Di podcast kali ini kita juga akan melihat karya-karya Arifa, serta makna dan kisah dibalik karya-karya tersebut.

Setelah podcast sebelumnya membahas tentang kondisi dan peran perempuan di masa konflik, selanjutnya kita akan berdiskusi dengan Kak Rizki Amalia Affiat yang selama ini terlibat dalam berbagai kerja di isu perdamaian, baik di Indonesia maupun di luar negeri.Kali ini podcast Pendar akan membicarakan bagaimana kondisi dan peran perempuan di masa transisi dan paska damai. Bagaimana narasi atas aktor perdamaian dibentuk? Siapa saja yang dianggap sebagai aktor perdamaian? Mengapa seringnya perempuan diabaikan dalam proses perdamaian? Mengapa narasi perdamaian cenderung maskulin, elitis dan tidak mewakili sudut pandang masyarakat? Serta upaya untuk mendekolonisasi riset dan berbagai kritik atas narasi yang kurang representatif.

Kita tidak pernah benar-benar berevolusi secara politik. Reformasi di tahun 1998 hanyalah sekedar pergantian orang-orang di tampuk kekuasaan, namun secara sistem, kita tidak pernah benar-benar berubah. Kenyataannya, ketika rezim berganti, setiap rezim masih menggunakan cara-cara opresif dalam menundukkan kelompok masyarakat yang dianggap melawan kepentingan penguasa. Gerakan Perempuan Aceh pernah menjadi gerakan masyarakat yang paling ditakuti penguasa pada masanya. Tak terhitung berapa banyak aktivis perempuan Aceh yang mendapatkan tindakan opresif dari penguasa berbagai rezim, mulai dari ancaman, teror, dipenjara, dihilangkan secara paksa, hingga merenggang nyawa. Meskipun hidup di dalam buruan, tekanan, ancaman, dan hidup dalam persembunyian, hal ini tidak meruntuhkan semangat mereka dalam memimpin dan mengorganisir masyarakat dalam melawan kezaliman rezim penguasa. Di Podcast Komunitas Pendar kali ini, kita akan menelusuri lorong waktu dimana Gerakan Perempuan Aceh pernah menjadi bagian masyarakat yang paling militan melawan penguasa, melalui ingatan-ingatan dari Kak Raihana Diani dan Kak Sri Wahyuni. Bagaimana situasi di masa itu? Apa yang mereka lakukan? Dan sebesar apa musuh yang mereka hadapi?

Konon di suatu negeri antah berantah, seni dan berkesenian menjadi hal yang dilematik. Akibat ulah para mereka pemilik kuasa dan narasi agama, seni menjadi giat penuh durjana dan marabahaya. Ia nyaris serupa slogan rokok: "Seni dapat menyebabkan banjir, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, gunung meletus, angin badai dan marabahaya lainnya!"Oleh karenanya, konser kerap dikecam, live musik dilarang, belum lagi fatwa ulama yang mengharamkan berbagai kegiatan dan produk kesenian.Harusnya seni memang menjadi marabahaya, bagi penguasa zalim, bagi koruptor pemamah biak uang rakyat, bagi perampas tanah rakyat.Lantas, apa itu seni? Benarkah ia se-berbahaya itu? Jika iya, lantas berbahaya bagi siapa? Apakah ada narasi alternatif soal seni dan marabahaya ini?Kali ini Komunitas Pendar berkolaborasi dengan Komunitas Kanot Bu dan Program PascaSantri, menghadirkan Idrus Bin Harun dan Miswar Ibrahim Njong yang akan mendiskusikan permasalahan ini di Podcast Pendar.

Terkadang, hidup memang sedang tidak baik-baik saja. Punya gangguan mental, misalnya, bukanlah akhir dari segalanya. Dengan penanganan dan support system yang tepat, orang dengan masalah kejiwaan bisa bangkit dan menjalani dunia dengan lebih kuat. Podcast ini dibuat dalam rangka memperingati hari Bipolar Sedunia (30 Maret) bersama Meutia Faradilla (Dilla) . Dilla adalah seorang dosen dan kandidat doktor yang hidup dengan bipolar. Melalui podcast ini, kita bisa belajar dari pengalaman Dilla dalam mencari bantuan untuk mengatasi kondisi bipolarnya, bagaimana ia akhirnya bisa menerima diri, bangkit dari masa-masa sulit, menjadi individu yang berdaya, berkarya, melawan stigma, dan aktif mengkampanyekan agar orang-orang lebih peduli dengan kondisi mentalnya.

Ngomongin soal childfree, gimana sih melihat isu childfree ini dalam perspektif gender dan kesejahteraan sosial? Dengarkan podcast terbaru Komunitas Pendar bersama Irmia Fitriyah (Gender Diversity and Disability Expert; dan juga seorang childfree).

Seni dapat menjadi media penyembuhan dan pemulihan nama baik. Jerman, sebagai negara yang kalah perang dunia kedua, mengalami berbagai kehancuran sosial, ekonomi, politik, serta malu, dan trauma atas apa yang telah dilakukan oleh Hitler beserta kroninya. Melalui pendekatan seni, Jerman berusaha untuk berbenah dan memperbaiki namanya di tingkat dunia. Documenta adalah salah satu pameran seni terbesar di dunia yang dibuat oleh Jerman dengan tujuan pemulihan mental dan perbaikan nama baik. Ajang ini dibuat dengan semangat perbaikan peradaban dan memutuskan trauma intergenerasi. Bagaimana Jerman menggunakan pendekatan seni, belajar dari negara lain, dan melakukan perubahan peradaban? Bagaimana pula Documenta ini menjadi event yang kontroversial, terutama ketika berhadapan dengan narasi anti-semitism? Apa hal-hal baik yang bisa kita pelajari dari para seniman di Documenta dan bagaimana hal-hal baik tersebut bisa kita terapkan pada kesenian di Indonesia? Kali ini, Komunitas Pendar berbincang bersama Putra Hidayatullah, salah satu harvester asal Indonesia untuk Documenta 15. Dalam podcast ini, Putra membagikan pengalamannya terlibat langsung di dalam Documenta 15 di Jerman, serta bagaimana seni bisa berkaitan dengan isu-isu lain seperti politik, sejarah, dan isu sosial lainnya.

Katanya, dengan disahkannya KUHP ini, kita semua bisa masuk penjara jalur ekspres!  Hah, kok bisa?  Telah tayang podcast "Kita Semua Bisa Masuk Penjara: Ada Apa dengan KUHP?"  Di podcast ini, Syahrul, selaku direktur LBH Banda Aceh akan mengulas dengan penjelasannya yang mudah kita pahami tentang betapa kacaunya KUHP ini dan bagaimana produk hukum yang satu ini dapat menggangu berbagai aspek di kehidupan kita, serta bagaimana hubungannya dengan konteks Aceh.

Setiap orang pasti ingin hidup dalam keluarga dan hubungan orang tua yang harmonis, tapi terkadang harapan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan.  Hidup dalam keluarga yang kurang harmonis, menurut berbagai kajian psikologi dan psikolog, dapat menyebabkan luka psikis pada anak. Luka tersebut, ketika tidak ditangani dengan baik, maka akan terbawa hingga dewasa dan mempengaruhi kemampuan orang dewasa dalam menjalin hubungan, khususnya hubungan romantis. Apa-apa saja bentuk luka psikologis tersebut? Bagaimana relasi yang tidak sehat dalam keluarga berdampak pada kekacauan orang dewasa dalam menjalin hubungan?  Di mental health series ini, kali ini Komunitas Pendar bakal ngomongin soal permasalahan ini dengan Kak Anastasia Satriyo, yang merupakan seorang Psikolog anak & remaja, serta mental health advocate.

Bagaimana rasanya hidup di masa rezim Soeharto berkuasa? Bukan perkara mudah tentunya, apalagi bagi perempuan. Selama 32 tahun Soeharto  berkuasa, banyak masyarakat sipil yang diburu, diteror, diculik,  dibunuh, atau hilang begitu saja, bahkan sampai hari ini tidak diketahui  bagaimana nasibnya.  Banyak cerita-cerita bawah tanah tentang para perempuan yang diburu,  harus evakuasi dari satu tempat ke tempat lainnya, ditangkap, ditahan,  dan mengalami berbagai kekerasan lainnya yang dilakukan oleh pemerintah  orde baru. Wah, serem, ya! Mumpung masih bulan Mei~bulan yang diperingati sebagai momentum runtuhnya rezim orde baru, yuk kita cari tau bagaimana cara rezim orde baru  menekan masyarakat sipil pada waktu itu? Bagaimana mereka mendobrak rasa  takut? Bagaimana kerja-kerja 'bawah tanah' di masa rezim Soeharto?  Semilitan apa sih, masyarakat sipil pada waktu itu sehingga rezim orde  baru bisa tumbang? Apa yang bisa dipelajari dari kisah perjuangan mereka  dan bagaimana relevansinya dengan kondisi di masa kini?  Kali ini kita akan mendengarkan catatan 'bawah tanah' nya Mbak Lilik,  yang memulai perjuangannya melawan orde baru sejak tahun 1992.

Pernah gak sih kamu merasa minder sama penampilan fisikmu? Merasa gak cukup cantik, gak cukup menarik? Pernah mengalami body shaming? Apakah itu memengaruhi caramu melihat dirimu sendiri? Lalu, ketika ketidakberuntungan hadir di dalam hidupmu, pernah gak kamu menyalahkan dirimu sendiri karena kamu merasa tidak cukup menarik bagi orang lain? Bagaimana cara berdamai dengan itu semua, menerima dirimu sendiri apa adanya, dan berdaulat atas tubuhmu sendiri? Yuk, cari tau bareng! Bersama Kak Donna Swita, kita cari tau bareng bagaimana melawan body shaming, kenapa kita tidak perlu tunduk pada standar kecantikan, serta bagaimana mencintai diri sendiri dan berdaulat atas tubuh sendiri.

Ada apa dengan intoleransi? Setara Institute (2018) dalam surveinya melaporkan bahwa Banda Aceh adalah salah satu kota paling intoleran di Indonesia. Mendengar hasil survei ini, pemerintah Banda Aceh gak bisa terima dan protes dengan hasil survei tersebut. Katanya gak bener tuh, Banda Aceh disebut kota intoleran. Sementara itu, beberapa waktu lalu, Walikota Banda Aceh membentuk Tim Pengawasan Syariat Islam, dan memimpin langsung razia Syariat Islam. Dalam razia tersebut, tim ini menangkap 19 perempuan karena nongkrong di cafe/warkop, berbaju ketat, dan tidak membawa KTP. Inisiatif ini kemudian diikuti oleh kecamatan lain di kota Banda Aceh dengan semangat yang sama. Aktivitas ini didukung dan dikecam berbagai pihak. Pihak yang mendukung mengatakan bahwa itu merupakan hal yang seharusnya dilakukan untuk menegakkan syariat Islam. Sementara pihak yang mengecam mengatakan bahwa pemerintah tidak seharusnya melakukan itu karena negara menjamin setiap warganya untuk berekspresi dan menjalankan keyakinannya. Apa yang dilakukan pemerintah itu dianggap sebagai tindakan intoleran. Lalu, timbul pertanyaan: sebenarnya apa sih intoleransi? Dan apakah pemerintah boleh seenaknya nangkap-nangkapin orang hanya karena ekspresi beragamanya berbeda? Katanya, isu agama itu gampang dipolitisasi. Lalu, seperti apa bentuknya? Yuk, cari tahu bersama!

Banyak nih pengetahuan kita selama ini tentang hal-hal yang ada di kehidupan kita ternyata hanya didasarkan pada keyakinan-keyakinan dogmatis lho, atau doktrin turun temurun yang diyakini begitu saja tanpa dipertanyakan, didiskusikan, atau dikritik ulang apakah itu valid atau tidak.  Padahal nih ya, rasio atau nalar yang logis ga bisa nerima pengetahuan begitu saja kecuali ada bukti-bukti yang kuat. Pembuktian ini nih mestinya mengikuti tata cara penyusunan argumentasi yang benar. Tapi sialnya, terkadang rasio manusia malah ga terlepas falasi (sesat pikir). Gimana falasi ini bisa terjadi dan gimana sih cara menghindarinya? Yuk, kita cari tau bersama! Di ngopi filsafat seri #3 ini kita akan mengupas secara sederhana bagaimana rasio manusia bekerja dalam membentuk argumentasi, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di dalam dunia akademik.

Siapa sebenarnya musuh perempuan? Apakah benar bahwa patriarki adalah satu-satunya musuh perempuan? Atau jangan-jangan selama ini gerakan perempuan sulit maju karena selama ini kita gagal dalam memahami musuh? Yuk, cari tau bersama! Bareng Minaria CN, kita akan belajar mengenal musuh-musuh perempuan seperti feodalisme, kapitalisme, poskolinalitas (kondisi khusus masyarakat pasca-kolonial yang masih mempraktekkan budaya kolonial), dan militerisme. Dalam pertemuan ini kita juga akan belajar memetakan musuh, memetakan kekuatan, dan bagaimana upaya melawan musuh-musuh itu.

Apa itu sebenarnya gerakan perempuan?  Sekarang, banyak individu/organisasi yang mengklaim "memberdayakan perempuan". Tapi kenapa upaya pemberdayaan yang dilakukan cuma sekedar bagi-bagi mesin jahit, pelatihan memasak, atau kegiatan amal lainnya, sementara tetap memberikan kesadaran palsu dengan tetap melanggengkan sistem yang menindas perempuan? Belum lagi ada sebagian orang/organisasi yang menggunakan isu perempuan buat 'jualan' pribadi atau kelompoknya. Ada apa dengan gerakan perempuan hari ini? Kemudian, apakah representasi perempuan sama dengan partisipasi perempuan? Atau cuma akal-akalan untuk menjadikan perempuan sebagai pelengkap penderitaan?  Yuk, luangkan waktumu bersama Abdullah Abdul Muthaleb, kita akan kupas lebih dalam soal gerakan perempuan, supaya kita gak terjebak sama narasi-narasi manis yang sebenarnya 'menyesatkan'.

Beneran  gak sih, bahwa sejarah adalah milik para pemenang, sehingga sering dimanipulasi? Apa yang membuat narasi sejarah yang kita konsumsi menjadi mudah dimanipulasi? Bagaimana caranya mengetahui bahwa informasi  sejarah yang kita dapatkan itu sudah valid? Dan bagaimana dengan sejarah Aceh? Konon  katanya Aceh merupakan salah satu wilayah yang memiliki sejarah periode perang perlawanan terlama di Asia. Kegilaan melawan penjajah bahkan  membuat kolonial dan kaum bangsawan kalang kabut. Sejarah perlawanan ini  juga yang dianggap membawa rakyat Aceh berpuluh-puluh tahun melawan ketika pemerintah pusat mengeksploitasi Aceh. Apa yang bisa kita  pelajari dari sejarah dan semangat perlawanan orang Aceh dalam menghadapi penjajahan hari ini? Bersama Raisa Kamila, kita akan dibawa menelisik sejarah perlawanan orang Aceh dan bagaimana mengkritisi narasi sejarah yang kita konsumsi hari ini. Yuk!

Pernah merasa depresi? Atau sebenarnya depresi itu gimana sih? Katanya, kalau depresi jangan dibiarin, soalnya berbahaya. Saking berbahayanya, depresi ini dijuluki "the silent killer" alias si pembunuh senyap. Tapi, benarkah depresi seberbahaya itu? Apa kaitannya depresi dengan kehidupan kita sehari-hari? Kok bisa orang jadi depresi? Yuk, kita cari tau soal depresi, dan gimana caranya menolong diri sendiri dan orang terdekat dari si pembunuh senyap ini. Kali ini kita ditemani Ayu Yolandasari. Ayu adalah seorang ilmuwan Psikologi dan Gender, dan juga seorang penyintas depresi. Bersama Ayu, kita bakalan kupas tuntas soal depresi, termasuk kaitannya dengan isu-isu sosial lainnya.

Setiap  hari pikiran kita menciptakan berbagai ide, mengkomunikasikannya, dan  berusaha memahami pemikiran orang lain melalui berbagai media.  Seringkali cara kerja pikiran itu tidak dipahami dan tidak berjalan  dengan benar, sehingga ide-ide kita seringkali tidak mencerminkan  kenyataan, atau tidak dapat diuji. Akhirnya kita terjebak pada membangun  ide-ide yang diyakini begitu saja. Sesi ngopi filsafat kali ini  bang Affan akan mengajak kita mempelajari, memahami, dan mensimulasikan  cara kerja pikiran dalam deskripsi, definisi, dan analogi ide-ide pada  tahapan pengetahuan konseptual tingkat lanjut.

Kalau  ngomongin soal permasalahan gender, mungkin banyak yang mikir bahwa  ini cuma permasalahannya perempuan. Tapi, sebenarnya semua orang bisa  loh dirugikan karena ketidaksetaraan gender. Kok bisa, sih? Dan kalau  ngomongin soal maskulinitas, kenapa sih konsep maskulinitas yang umum  diyakini selama ini bermasalah? Ada apa dengan maskulinitas? Yuk cari tau bareng bareng bang  Taufik Riswan, ngomongin soal kenapa isu ketidaksetaraan gender ini isu  semua orang, termasuk laki-laki, dan kenapa kita perlu membongkar ulang pemahaman kita soal  maskulinitas.